NENEK "PENJUAL TELUR ASIN" MAK ISMA
Written By andrew on Thursday, November 4, 2010 | 11/04/2010 08:49:00 AM
AMC / Rabu 04 November 2010 -Isma lainnya MAK Isma, begitu orang-orang memanggilnya. Perempuan berusia kurang lebih 70 tahun itu, begitu hebat dalam mengarungi hidup.
Diusianya yang sudah senja, Mak Isma seakan tidak mengenal kata lelah dan menyerah untuk meraih mimpi-mimpinya. Ya... mimpi Mak Sima adalah meraih kesejahteraan dari hasil jerih payahnya sendiri dengan menjunjung jualannya berupa telor asin, pisang rebus, sala lauk dari kantor-kantor untuk kelangsungan hidupnya.
Menurut Mak Isma, dia tinggal di Pandam dekat pom bensin. Untuk melakukan aktifitasnya, dia beranjak dari jam 06.00 Wib dari rumah, kemudian naik angkot menuju kota Lubuk Basung, dan itu dia lakoni sendirian setiap harinya menyeret tubuh renta demi habisnya jualan dan tujuh orang anak yang telah dia besarkan.
Seperti biasa sekitar jam 10 pagi, disaat aktifitas kerja mulai meningkat, dimana alunan keyboard dan printer membentuk satu irama yang sudah hafal pada gendang telinga, Mega hitam yang yang tebal tak mampu dicabik matahari pada hari itu, akhirnya butiran-butiran air menumpah jatuh sekuat kuatnya ke lantai bumi, cuaca yang tidak bersahabat mengagetkan saya ketika Mak Isma, seorang tua renta berjalan sendirian kemudian menyapa saya dengan berbagai peganannya yang biasa saya kenal adalah telur asin.
Entah kenapa pada hari ini, Senin (2/11), guratan dari wajahnya membayangkan betapa lelahnya Mak Isma berjualan dari pintu ke pintu, akhirnya aku mencoba mencicipi dagangan telur asin buatan Mak Isma yang kemudian dikerubutin sama teman-teman kantor yang sudah terbiasa berlangganan dengannya.
Ketika mencoba menikmati telur asin buatan Mak Isma, aku coba untuk mendalami kisahnya, dan dia cukup terbuka dan mau diajak berbicara tentang tapak-tapak hidupnya.
Memang kehidupan itu ibarat roda yang berputar, kadang ada di atas, kadang ada di tengah dan bisa juga ada di bawah. Kehidupan Mak Isma mendapat hambatan takkala peristiwa 30 September 2009, semuanya telah terenggut darinya, rumahnya terkena amukan gempa, sejak itulah dia mencoba menjadi tulang punggung keluarganya dengan cara berjualan telur asin. Sebelum gempa mengguncang bumi Allah ini, dia dan keluarga bekerja sebagai petani.
Mak Isma yang tidak mau menyusahkan orang lain. Falsafah hidupnya yang tidak mau bergantung pada orang lain senantiasa dipegang meskipun diusianya yang senja.
Melihat kondisinya yang sudah renta seharusnya Mak Isma tinggal di rumah dan menikmati hari-hari tuanya. Tapi itulah hidup, semuanya berjalan apa adanya. Ada orang kaya yang hidup serba berkecukupan, ada pula orang susah yang hidup serba kekurangan.
Menurut perempuan tua asal Pandam ini, kehidupan haruslah dijalanin dengan penuh kesabaran dan berusaha keras. Karena itu sampai saat ini Mak Isma masih berusaha sendiri untuk memenuhi kebutuhannya.
"Prinsip mandiri dan tidak menyusahkan orang lain senantiasa terpatri dalam hidupnya. Lebih baik bekerja keras selagi masih kuat dari pada meminta-minta di jalan," katanya.
Menurut perempuan yang biasa berjualan dari kantor ke kantor seputaran Kantor Bupati Agam ini, menjadi pedagang telur asin bukanlah impiannya. Hanya mendapatkan untung dan laba untuk sekedar penyambung hidup. Impiannya yang sesungguhnya adalah memiliki rumah sendiri dari hasil jerih payahnya sendiri kemudian hidup sejahtera bersama anak-anaknya.
Keuletan dan kegigihan Mak Isma patut dijadikan contoh, meskipun usianya sudah renta, namun sikapnya yang mandiri dan jiwa kewirausahaanya pantas menjadi pelajaran yang berharga. Apalagi ditengah semakin beratnya kehidupan menuntut setiap individu mempunyai sikap yang mandiri dan jiwa kewirausahaan, yaitu suatu sikap yang tidak mengandalkan belas kasih orang serta mau berusaha sendiri.
Mak Isma, seorang nenek "Telur Asin" perkasa, namun selalu termarginalkan oleh kehidupan. Dari durasi panjang cerita kehidupannya, mungkin ada lagi disekitar kita Mak yang selalu termarginalkan. (Andrew/Tim Agam Media Center)
Labels:
Berita