
Selain bupati dan istri, kedatangan rombongan ini juga disambut oleh Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Agam dan dimeriahkan dengan seni Minangkabau yakni tambua tansa, pencak silat dan sekapur sirih.
Setelah itu, rombongan dengan jumlah 50 orang ini dijamu dengan makanan khas Sumatera Barat berupa rendang, kapalo ikan dan yang lainnya.
Dalam kesempatan itu, Bupati Agam Indra Catri menyambut baik kedatangan mereka dan ini juga merupakan suatu kebanggaan baginya untuk mempererat tali silaturahmi.
"Mudah-mudahan pertemuan ini membawa berkah dan bermanfaat bagi masyarakat, sudah lama pertemuan seperti ini di idam-idamkan, apa lagi pertemuan ini juga membawa misi yang khusus yakni mengangkat harkat salah seorang pahlawan Kabupaten Agam, yaitu Buya Hakma," katanya.
Indra Catri menjelaskan, Kabupaten Agam merupakan salah satu dari 19 kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Barat, merupakan basis peninggalan sejarah atau pembangunan berbasis budaya yaitu adat basandi sarak, sarak basandi kitabullah.

Sementara itu, untuk kuliner juga ada di daerah ini seperti, palai rinuak, rendang, kepala ikan, yang merupakan berbasis sayuran dan ikan. Itu sudah tercermin dalam karya-karya Buya Hamka yang diserasikan dari Al Qur'an, hadist dan pepatah petitih.
Hampir seluruh karya-karya Buya Hamka atau karya-karya pujangga dari Minangkabau, inspirasinya bersunah dari Al Qur'an dan hadist. Tidak mungkin bisa mengarang sedemikian rupa, karena Hamka hafal hafiz Al Qur'am, hadist dan pepatah petitih. Maka dari itu mereka bisa mengarang karya besar dan buku-buku.
"Mudah-mudahan kami tetap bisa untuk menghasilkan duta-duta terbaik yang bisa kami distribusikan di dunia intrernasional," harapnya.
Sementara Presiden Wadah Keluarga Besar Malaysia H. Ahmad Ahzan Bin Abdullah, mengatakan, bahwa ia sudah merasa di rumah sendiri, apalagi disambut sebagai sangraja yang tidak mungkin dia dapatkan di Malaysia.
Ahmad Ahzan Bin Abdulla mengatakan, kedatangan mereka ini karena Buya Hamka, sebab mereka juga mengidolakan sosok pahlawan yang bernama Buya Hamka.
"Sebelumnya kami sudah pernah ke Kabupaten Agam pada tahun 2000. Tiap tahun kami membawa rombongan, sehingga di Malaysia kami juga melakukan pengenalan tentang Buya Hamka pada generasi muda. Secara tidak langsung Danau Maninjau sudah jadi salah satu situs wisatawan di masyarakat Malaysia," katanya.

"Kita mengangkat Buya Hamka, karena kami nampak sosok yang bisa menyatukan kita di alam melayu yaitu Buya Hamka, maka dari itu kami datang ke Kabupaten Agam. Selain itu hubungan dengan ranah Minang akan intim dengan mengangkat Buya Hamka sebagai seorang tokoh ulama pemersatu dan yang sangat sentral dalam konteks pendakwahan di alam melayu. (Tam/AMC)